Rabu, 02 Desember 2009

Tenaga Kependidikan (#2) <<<

  1. Pentingnya Pengelolaan Tenaga Kependidikan

Dalam perkembangan organisasi dari waktu ke waktu diberbagai negara memunculkan kesepakatan bahwa sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat penting, karena konstribusi sumber daya manusia dinilai sangat signifikan dalam pencapaian tujuan organisasi. Dalam rangka pencapaian tujuan organisasi melalui pengelolaan sumber daya manusia yang dimiliki secara tepat dan relevan maka aktifitas yang berkenaan dengan manajemen sumber daya manusia menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika suatu organisasi.

Mengacu pada era globalisasi yang menuntut keunggulan bersaing dari setiap organisasi, persaingan global telah meningkatkan standar kinerja dalam berbagai dimensi, meliputi kualitas, biaya dan operasionalisasi yang lancar. Penting pula disadari bahwa standar tersebut senantiasa dinamis, sehingga membutuhkan pengembangan lebih lanjut dari organisasi dan para pegawainya. Dengan menerima tantangan yang ditimbulkan dari standar yang makin meningkat ini, organisasi yang efektif bersedia melakukan hal-hal penting untuk dapat bertahan dan meningkatkan kemampuan strateginya. Hanya dengan mengantisipasi tantangan ini, organisasi dapat meningkatkan kemampuannya dan para pegawai dapat mempertajam keahlian mereka.

Dalam sistem pendidikan nasional, organisasi yang bergerak dalam sistem tersebut merupakan subsistem yang memiliki sumber daya manusia yang perlu dikelola secara tepat. Secara nyata mereka adalah para tenaga kependidikan yang memiliki peran sangat penting dalam mewujudkan tujuan organisasi pendidikan yang pada gilirannya memberikan konstribusi yang signifikan terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Kepentingan unsur manusia dalam organisasi pendidikan bukanlah sekedar mengungguli unsur-unsur lainnya seperti materi, uang dan sejumlah peraturan yang ada, akan tetapi unsur ini telah dimaklumi sebagai potensi yang memiliki nilai ekonomis yang relatif lama, yakni sekitar 25-35 tahun. Produktifitas pendidikan nasional, khususnya peningkatan mutu pendidikan pada akhirnya banyak tergantung pada seberapa jauh konstribusi yang diberikan sumber daya ini melalui pelaksanaan tugas mereka sehari-hari.

Untuk mencapai mutu pendidikan yang tinggi tujuan harus dirumuskan, kebijakan harus dibuat dan ditetapkan, fasilitas harus disediakan, keuntungan harus diperoleh, dan setiap pelaksanaan tugas dimanapun harus dikoordinasikan. Semua kegiatan tersebut akhirnya akan terpulang kepada sejumlah orang (tenaga kependidikan) yang terlibat. Oleh karena itu peran mereka sangat menentukan gagal atau berhasilnya pelaksanaan tugas. Mereka itu haruslah dipersiapkan secara khusus, terpelajar dan terpilih. Ini berarti tindakan pengelolaan tenaga kependidikan bukanlah sekedar menyangkut pendayagunaan tenaga manusia dalam organisasi; yang justru cenderung mengandung unsur pemerasan, melainkan merupakan tindakan terpadu nilai dari perencanaan, perekrutan, penempatan, pembinaan atau pengembangan, penilaian hingga pemberhentian itu sendiri. Dengan kata lain tindakan-tindakan tersebut merupakan tindakan yang terpadu, berkesinambungan dan saling terkait satu sama lain yang pada gilirannya memberikan konstribusi kepada sistem pengelolaan tenaga kependidikan.

Di tingkat nasional, pengelolaan tenaga kependidikan merupakan langkah penting dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional yang efektif dan efisien. Tenaga-tenaga handal dalam dunia pendidikan hanya akan diperoleh jika sistem pendidikan telah memiliki mekanisme yang ideal untuk melakukan perekrutan, seleksi, penempatan, pembinaan, evaluasi dan pemberhentian yang tepat. Dengan kata lain sistem pendidikan nasional memerlukan mekanisme pengelolaan tenaga kependidikan yang searah dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.

  1. Tujuan dan Tantangan Pengelolaan Tenaga Kependidikan

Pengelolaan tenaga kependidikan berbeda dari pengelolaan tenaga kerja dalam organisasi bisnis atau perusahaan dan instansi pemerintah lainnya. Dalam dunia bisnis, pendayagunaannya lebih diutamakan untuk meraih efesiensi dan keuntungan perusahaan, sedang dalam pemerintahan, asfek kesetiaan dan kepatuhan pegawai terhadap peraturan-peraturan yang berlaku nampaknya lebioh dipentingkan daripada mendorong mereka untuk bekerja secara efisien. Meskipun demikian, tentu saja efisiensi ini tetap penting untuk setiap organisasi manapun termasuk untuk sektor pemerintahan.

Dalam dunia pendidikan, pengelolaan atas tenaga kerja ini berorientasi pada pembangunan pendidikan, dimana bidang garapan dan keluarannya jelas berbeda dari bidang garapan dan keluaran perusahaan dan pemerintahan atau organisasi lainnya. Hal tersebut sejalan dengan karakteristik aktivitas dunia pendidikan yang menjadi pembeda dengan aktivitas dibidang lainnya. Demikian halnya dengan praktik-praktik pengelolaan tenaga kependidikan, bagaimanapun tidaklah dapat disamakan sepenuhnya denga praktik-praktik pengelolaan tenaga kerja dalam organisasi lainnya.

Penyelenggaraan pendidikan melalui jalur sekolah sebagai suatu unit organisasi haruslah mampu mencapai tujuan-tujuan secara efektif dan efisien.konsekuensinya adalah bagaimana membuat sistem sekolah ini berfungsi menarik sebagai suatu tempat terjadinya proses belajar peserta didik dan pencapaian mutu hasil belajar yang tinggi, melalui perencanaan, perekrutan, penempatan, pembinaan/pengembangan setiap jenis tenaga kependidikan yang dibutuhkan. Jadi pengelolaan atas pendidikan yang dimaksud disini adalah pengelolaan yang menitikberatkan perhatian pada soal-soal ketenagaan atau personil pendidikan yang benar-benar mendukung atas terwujudnya fungsi sekolah tersebut. Untuk itu pengertian pengelolaan tenaga kependidikan haruslah merupakan rangkaian aktifitas yang integral, bersangkutpaut dengan masalah perencanaan, perekrutan, penempatan, pembinaan atau pengembangan penilaian dan pemberhentian tenaga kependidikan dalam suatu sistem kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan dan mewujudkan fungsi sekolah yang sebenarnya.

Adapun tujuan pengelolaan tenaga kependidikan itu adalah agar mereka memiliki kemampuan, motivasi, kreativitas untuk:

1) Mewujudkan sistem sekolah yang mampu mengatasi kelemahan-kelemahannya sendiri.

2) Secara berkesinambungan menyesuaikan program pendidikan sekolah terhadap kebutuhan kehidupan (belajar) peserta didik dan terhadap persaingan kehidupan dimasyarakat secara sehat dan dinamis.

3) Menyediakan bentuk kepemimpinan (khususnya mempersiapkan kader pemimpin pendidikan yang benar-benar handal dan dapat diteladani), yang mampu mewujudkan human organization yang pengertiannya lebih dari sekedar human relationship pada setiap jenjang manajemen organisasi pendidikan nasional dan pada setiap jenjang pendidikan di sekolah itu sendiri.

4) Bentuk kepemimpinan yang menjamin munculnya peningkatan produktivitas pendidikan sebagai paduan fungsi keefektifan, efisiensi dan ekuitas (keadilan) melalui pengelolaan tenaga kependidikan yang rasional dan profesional.

5) Bentuk kepemimpinan yang menjamin kelangsungan usaha-usaha ke arah terwujudnya keseimbangan (equilibrium) kehidupan organisasi melalui usaha-usaha menserasikan tujuan-tujuan individu dengan tujuan-tujuan sistem sekolah/organisasi pendidikan.

6) Mewujudkan kondisi dan iklim kerja sama sistem sekolah/organisasi pendidikan yang mendukung secara maksimal pertumbuhan profesional dan kecakapan teknis setiap tenaga kependidikan.

  1. Jenis-jenis Tenaga Kependidikan

Dewasa ini, umumnya masyarakat mulai melihat bahwa pengelolaan tenaga kependidikan yang merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab administrasi pendidikan tidak lagi berfokus pada penanganan masalah guru sebagai staf pengajar (teaching staff) semata-mata. Kedudukan guru sudah dipahami demikian penting sebagai ujung tombak dalam penyelenggaraan proses belajar dan pencapaian mutu hasil belajar disekolah, melainkan ia mempunyai banyak mitra kerja, yaitu tenaga kependidikan bukan guru (non teaching staff). Tenaga kependidikan bukan guru ini tidak hanya menyangkut mereka yang bertugas di sekolah saja, tetapi juga yang bertugas di luar sekolah.

Dilihat dari jabatannya, tenaga kependidikan ini dapat kita bedakan menjadi tiga jenis, yakni tenaga struktural, tenaga fungsional dan tenaga teknis penyelenggara pendidikan. Tenaga struktural merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan-jabatan eksekutif umum (pimpinan) yang bertanggungjawab baik langsung maupun tidak langsung atas satuan pendidikan. Tenaga fungsional merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan fungsional yakni jabatan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya mengandalkan keahlian akademis kependidikan. Sedangkan tenaga teknis kependidikan merupakan tenaga kependidikan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya lebih dituntut kecakapan teknis operasional atau teknis administratif.

Semua jenis tenaga kependidikan yang disebut diatas, karena keterkaitan tanggungjawabnya baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi dan menentukan kondisi sekolah. Oleh karena itu, membicarakan mutu pendidikan, dilihat dari sistem pengelolaan tenaga kependidikan bukanlah semata-mata menyangkut urusan ketenagaan dan kemampuan guru. Masalah mutu pendidikan menyangkut pula kesuksesan pelaksanaan tugas tenaga kependidikan bukan guru, baik yang berada di sekolah maupun yang berada diluar sekolah. Semua jenis tenaga kependidikan bukan guru ini justru sepatutnya berperan sebagai partner kerja guru, sehingga mutu pendidikan disekolah dapat dipertahankan dan ditingkatkan.

Menurut perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yaitu UUSPN NO.20 tahun 2003, khusus BAB I pasal 1 ayat (5) menyebutkan bahwa tenaga kependidikan itu adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, dan ayat (6) pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Pasal 39 ayat (1) selanjutnya menjelaskan bahwa tugas tenaga kependidikan itu adalah melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Dan ayat (2) menyebutkan bahwa pendidikan merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan, dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidikan pada perguruan tinggi.

Sebenarnya kelahiran UUSPN tidaklah secara otomatis dapat menjelaskan semua jenis tenaga kependidikan yang diperlukan yakni tenaga yang secara representatif dapat menuntaskan tugas kependidikan yang ada saat ini dan yang akan muncul dimasa mendatang yang justru ada pada setiap jenjang pendidikan dan yang ada pada setiap jenjang manajemen organisasi pendidikan nasional. Dalam hal ini UUSPN menjelaskan secara relatif terbatas (eksplisit) tentang jenis tenaga kependidikan; dan bukan menyangkut persyaratan dan tugas poko atau fungsi yang harus diemban mereka. Artinya untuk beberapa jenis tenaga kependidikan lainnya tidaklah dikemukakan secara eksplisit, sehingga di masa yang akan datang pengenalan masyarakat atas keberadaan berbagai jenis tenaga kependidikan ini, akan semakin berkembang karena memang desakan kebutuhan itu sendiri.

Khusus yang disebutkan tenaga pendidikan, pasal 39 ayat 2 dapat dipahami bahwa tenaga pendidik yang dimaksud adalah:

1) Tenaga pengajar yang bertugas utamanya mengajar; yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan jenjang pendidikan tinggi disebut dosen.

2) Tenaga pembimbing yang dikenal pula di sekolah sebagai penyuluh pendidikan atau dewasa ini lebih tepat disebut guru BP (bimbingan dan penyuluhan); dan

3) Tenaga pelatihan/pamong/widyaiswara/tutor/instruktur/fasilitator yang oleh sebagian pihak ditempatkan sebagai teknisi seperti pelatih olahraga, kesenian, keterampilan. Akan tetapi adapula yang menempatkan tenaga pelatih ini sebagai tenaga fungsional yang memang termasuk kategori fungsional yang memang termasuk kategori professional. Alasannya adalah karena mereka itu adalah pendidik dan pendidik senantiasa diperjuangkan sebagai seorang professional.

Berdasarkan uraian di muka dapatlah dikembangkan berbagai jenis tenaga kependidikan di bawah ini; yang paling tidak berlaku untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional.

Tabel 1.

Jenis-jenis Tenaga Kependidikan

Untuk Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional

Status Ketenagaan

Tempat Kerja di Sekolah

Tempat Kerja di Luar Sekolah

Tenaga Stuktural

Ø Kepala Sekolah

Ø Wakil Kepala Sekolah

· Urusan kurikulum

· Urusan kesiswaan

· Urusan sarana dan prasarana

· Urusan pelayanan khusus

Ø Pusat : Menteri, Sekjen, Dirjen

Ø Wilayah : Ka Kanwil; Kormin; Kepala Bidang

Ø Daerah : Kakandepdiknas

Ø Kab / Kec : Kasi (pejabat-pejabat eksekutif umum yang secara tidak langsung atas penyelenggaraan satuan pendidikan)

Tenaga Fungsional

Ø Guru

Ø Pembimbing/penyuluh (Guru BP)

Ø Peneliti

Ø Pengembangan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan

Ø Pengembang Tes

Ø Pustakawan

Ø Penilik

Ø Pengawas

Ø Pelatih (pengelola Diklat)

Ø Tutor & Fasilitator, mis: pada Pusat Kegiatan Guru atau Tingkat Kerja Bersama

Ø Pengembangan pendidikan (anggota Staf Perencanaan Pengembangan organisasi)

Tenaga Teknis

Ø Laboran

Ø Teknisi Sumber Belajar

Ø Pelatih (olahraga); kesenian dan keterampilan

Ø Petugas Tata Usaha

Ø Teknisi Sumber Belajar / Sanggar Belajar

Ø Petugas Tata Usaha

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa beberapa status ketenagaan dan jabatan tenaga kependidikan masih belum dikenal masyarakat luas akan tetapi keberadaannya dinilai sangat diperlukan untuk mendukung proses belajar-mengajar di sekolah. Hal ini menggambarkan bahwa memang batasan mengenai siapa tenaga kependidikan merujuk pada kebutuhan yang sejalan dengan berkembangnya sistem pendidikan. Dengan demikian para tenaga kependidikan dapat merupakan hasil analisis jabatan yang dibutuhkan oleh suatu sekolah atau satuan organisasi yang lebih luas. Sejalan dengan UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom, maka jenis-jenis tenaga kependidikan ini dapat lebih bervariasi sesuai kebutuhan organisasi yang bersangkutan.

Secara terbatas di sini dikemukakan fungsi pokok (sekumpulan tugas yang dikelompokkan) untuk tenaga kependidikan yang bekerja di sekolah. Fungsi pokok ini merupakan gambaran umum tentang pekerjaan yang patut dilaksanakan karena status dan kedudukannya.

  1. Dimensi Kegiatan Pengelolaan Tenaga Kependidikan

Untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan tenaga kependidikan sekaligus berusaha menghadapi berbagai tantangan yang ada, dituntut terselenggaranya berbagai kegiatan yang jelas sebagai satu kesatuan fungsi yang integral. Artinya tujuan-tujuan itu pada dasarnya diimplementasikan melalui penyelenggaraan dimensi kegiatan yang sejalan dengan fungsi manajemen sumber daya manusia, yaitu:

  1. Perencanaan Tenaga Kependidikan.

Perencanaan tenaga kependidikan merupakan suatu proses yang sistematis dan rasional untuk memberikan jaminan bahwa penetapan jumlah dan kualitas tenaga kependidikan dalam berbagai formasi dan dalam jangka waktu tertentu benar-benar representative dapat menuntaskan tugas-tugas organisasi pendidikan.

Tabel 2.

JABATAN DAN DESKRIPSI JABATAN TENAGA KEPENDIDIKAN DI SEKOLAH

No.

JABATAN

DESKRIPSI TUGAS

1.

Kepala Sekolah

Bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya baik ke dalam maupun ke luar yakni dengan melaksanakan segala kebijaksanaan, peraturan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga yang lebih tinggi.

2.

Wakil Kepala Sekolah (Urusan Kurikulum)

Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kurikulum dan proses belajar mengajar.

3

Wakil Kepala Sekolah (Urusan Kesiswaan)

Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan kegiatan kesiswaan dan ekstra kurikuler

4.

Wakil Kepala Sekolah (Urusan Sarana dan Prasarana)

Bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan inventarisasi pendayagunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana serta keuangan sekolah

5.

Wakil Kepala Sekolah (Urusan Pelayanan Khusus)

Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan pelayanan-pelayanan khusus, seperti hubungan masyarakat, bimbingan dan penyuluhan, usaha kesehatan dan perpustakaan sekolah.

6.

Guru

Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas mengajar (membelajarkan) peserta didik.

7.

Guru BP

Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah dengan membantu menanggulangi masalah-masalah pribadi, kesulitan belajar dan karir masa depan peserta didik.

8.

Pengembang Kurikulum dan Teknologi Pendidikan.

Bertanggung jawab atas penyelenggaraan-penyelenggaraan program-program pengembangan kurikulum dan pengembangan alat bantu pengajaran.

9.

Pengembang Tes

Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program-program pengembangan alat pengukuran dan evaluasi kegiatan-kegiatan belajar dan kepribadian peserta didik.

10.

Pustakawan

Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program kegiatan pengelolaan perpustakaan sekolah.

11.

Laboran

Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program kegiatan pengelolaan perpustakaan sekolah.

12.

Teknisi Sumber Belajar

Bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemberian bantuan teknis sumber-sumber belajar bagi kepentingan belajar peserta didik dan pengajaran guru.

13.

Pelatih

Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program-program kegiatan latihan seperti olah raga, kesenian, keterampilan yang diselenggarakan di sekolah.

14.

Petugas Tata Usaha

Bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan-kegiatan dan pelayanan administrative atau teknis operasional pendidikan di sekolah.

Secara kuantitatif, inventarisasi berarti hendak mengetahui banyaknya tenaga kependidikan yang ada pada setiap jenjang manajemen organisasi dan setiap jenjang pendidikan/ sekolah-sekolah; dan yang dibutuhkan untuk jangka waktu tertentu di masa yang akan dating. Secara kualitatif, inventarisasi berarti hendak melihat gambaran tentang kemampuan para tenaga kependidikan dilihat dari kepentingan organisasi pendidikan mencapai tujuan-tujuannya dan dari kemampuan mereka menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang.

Baik secara kualitatif maupun kuantitatif, para administrator atau manajer pendidikan yang diserahi tugas melakukan inventarisasi, dituntut utuk memahami factor-faktor yang mempengaruhi permintaan (demand) baik secara internal organisasional maupun secara eksternal karena factor lingkungan, dan bahkan karena factor persediaan (supply) tenaga kependidikan itu sendiri.

Secara internal organisasional, para administrator patut kembali memahami rencana-rencana strategi (strategic planning), struktur organisasi (organization) dan desain pekerjaan (work design) bahkan proses-proses analisis pekerjaan (job analysis) dan pendeskripsian pekerjaan (job description) serta bagaimana implikasinya terhadap persyaratan-persyaratan pekerjaan (job specification) dan factor anggaran yang dapat disediakan dan mungkin tergali. Faktor-faktor yang secara eksternal turut mempengaruhi permintaan ini dapat dipahami terutama berkaitan dengan masalah demografis, kemajuan IPTEK, kondisi social ekonomi dan masalah hokum serta perundang-undangan bahkan system persaingan dalam rangka pengendalian besar kecilnya permintaan ini. Besarnya persediaan ini dapat pula dilihat dari banyaknya jumlah tenaga pensiun, karena peramalan atas persediaan yang ada kaitannya dengan produksi ketenagaan dari system persekolahan/ pendidikan yang sedang berlangsung.

Kegiatan selanjutnya dalam perencanaan tenaga kependidikan ini adalah memprediksi permintaan dan persediaan untuk jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Dalam hal ini terdapat beberapa metode untuk melakukan peramalan kebutuhan tenaga kependidikan, misalnya:

1) Expert estimate, yaitu prediksi yang dilakukan oleh para ahli karena para ahli ini dianggap lebih memahami tuntutan-tuntutan ketenagakerjaan.

2) Historical comparison, yaitu prediksi yang didasarkan atas kecenderungan-kecenderungan yang terjadi pada masa sebelumnya.

3) Task analysis, yaitu penentuan kebutuhan tenaga didasarkan atas tuntutan spesifikasi pekerjaan yang ditetapkan.

4) Correlation technique, suatu penentuan kebutuhan didasarkan atas perhitungan-perhitungan korelasi secara statistik, terutama kepentingan yang menyangkut perubahan-perubahan yang terjadi dalam persyaratan-persyaratan ketenagakerjaan, sumber-sumber keuangan dan program-program yang ditetapkan.

5) Modeling, yaitu penetapan kebutuhan tenaga tergantung pada model keputusan yang biasa dibuat.

Berdasarkan hasil prediksi yang dilakukan, kegiatan berikutnya adalah penyusunan rencana-rencana. Hal ini terutama menyangkut penetapan “policy” atau kebijakan tentang usaha-usaha memadukan permintaan dan persediaan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif dalam rangka perekrutan, penyeleksian, latihan, mutasim pengembangan bahkan pemberhentian.

  1. Perekrutan Tenaga Kependidikan

Perekrutan atau penarikan tenaga kependidikan merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk memperoleh tenaga kependidikan yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu yang masih kosong, baik sebagai akibat pembentukan unit-unit baru maupun sebagai akibat terjadinya mutasi. Perekrutan ini merupakan usaha-usaha mengatur kompois tenaga kependidikan secara seimbang sesuai dengan tuntutan pelaksanaan tugas kependidikan melalui penyeleksian yang dilakukan. Proses penarikan yang bertumpu pada kegiatan penyeleksian ini merupakan peristiwa penting yang menetapkan apakah sejumlah kekuatan atau kekuasaan dapat terhimpun atau tidak; dan apakah kekuatan atau kekuasaan itu terhimpun berlangsung cepat atau lambat terutama dilihat dari keharusan usaha menggalakan profesionalisasi manajemen pendidikan nasional. Dalam hal ini kegiatan seleksi dalam proses perekrutan tenaga kependidikan merupakan kunci sukses pengelolaan tenaga kependidikan itu sendiri.

Terdapat beberapa langkah penting dalam proses perekrutan sebagai kelanjutan perencanaan tenaga kependidikan ini. Untuk setiap langkah tentu saja secara nyata akan selalu berhubungan dengan keefektifan penyeleksian yang diselenggarakan.

1) Menyebarluaskan pengumuman tentang kebutuhan tenaga kependidikan dalam berbagai jenis dan kualifikasinya sebagaimana proses perencanaan yang telah ditetapkan.

2) Membuka pendaftaran bagi pelamar atau sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan baik secara persyaratan-persyaratan administrative maupun persyaratan-persyaratan akademis.

3) Menyelenggarakan pengujian berdasarkan standar seleksi dan dengan menggunakan teknik-teknik seleksi atau cara-cara tertentu yang dibutuhkan. Standar seleksi, misalnya menyangkut: (a) umur, (b) kesehatan fisik, (c) pendidikan, (d) pengalaman, (e) tujuan-tujuan, (f) perangai, (g) pengetahuan umum, (h) keterampilan komunikasi, (i) motivasi, (j) minat, (k) sikap dan nilai-nilai, (l) kesehatan mental, (m) kepantasan bekerja di dunia pendidikan, dan (n) factor-faktor lain yang ditetapkan penguasa.

Adapun teknik-teknik seleksi yang dapat digunakan atau cara-cara yang dapat ditempuh, misalnya melalui:

1) Pengumuman informasi tentang calon-calon yang member harapan baik. Informasi ini dapat mencakup “personal references” atau “employment references”. Sejumlah informasi itu dapat diperoleh melalui dokumen-dokumen atau berkas-berkas lamaran yang masuk dan dapat pula dilakukan melalui kontak-kontak komunikasi lainnya.

2) Penyelenggaraan “testing” secara tertulis misalnya penggunaan tes-tes psikologis (Psychological test), tes-tes pengetahuan (knowledge test) dan bentuk tes yang mengukur beberapa bagian pekerjaan yang akan diembankannya (performance test).

3) Penyelenggaraan testing secara lisan atau wawancara seleksi, yaitu percakapan formal yang dilakukan secara cukup mendalam untuk mengevaluasi calon; apakah ia dapat diterima atau tidak. Wawancara ini dapat dilakukan oleh pejabat selaku atasannya kelak, atau oleh tim pewawancara yang sengaja dibentuk.

4) Pemeriksaan medis atau kesehatan calon, baik dengan menunjukkan informasi kesehatannya, maupun pemeriksaan yang dilakukan secara langsung oleh tim yang sengaja dibentuk (contoh: Tim Penguji Kesehatan untuk Calon Pegawai Negeri Sipil).

  1. Menetapkan Calon Yang Dapat Diterima

Penetapan atas calon-calon yang diterima ini dapat diputuskan oleh atasan langsung atau oleh bagian personalia/ kepegawaian. Keputusan ini merupakan akhir dari kegiatan penyelenggaraan seleksi. Artinya tenaga-tenaga kependidikan yang baru diterima itu, merupakan tenaga-tenaga yang paling baik menurut standar seleksi yang ditetapkan. Kecuali seleksi untuk maksud-maksud promosi atau mutasi, berdasarkan standar, seleksi ini memungkinkan keputusan penerimaan tidak memperlihatkan terpenuhinya kebutuhan tenaga kependidikan walaupun dilihat dari jumlah pelamar sangat memungkinkan melebihi jumlah yang dibutuhkan. Biasanya hal ini terjadi karena sebagian pelamar tidak dapat memenuhi standar seleksi yang ditentukan. Terhadap para pelamar yang tidak dapat duterima itu, sebaiknya diberitahu secara tertulis beserta alas an-alasannya.

Suatu proses seleksi yang telah diselenggarakan sebenarnya belum menjamin bahwa produktivitas segera diperoleh karena memang tenaga baru yang belum dipekerjakan. Namun demikian, seleksi seharusnya memperlihatkan bahwa potensi organisasi menjadi lebih besar dan lebih kuat. Untuk mengantarkan tenaga-tenaga kependidikan yang baru ini, segera diperlukan kegiatan-kegiatan penempatan (placement), penugasan (assignment) dan orientasi (orientation) atau indusi (induction).

Penempatan merupakan tindakan pengaturan atas seseorang untuk menempati suatu posisi atau jabatan. Meskipun tindakan penempatan ini mengandung unsure uji coba yang menyebabkan adanya tindakan penempatan kembali (replacement) namun pada dasarnya penempatan tenaga kependidikan ini merupakan tindakan yang menentukan keluaran dan komposisi ketenagaan dilihat dari kepentingan keseimbangan struktur organisasi pendidikan nasional. Juga tindakan penempatan ini merupakan tindakan terpadu antara apa yang dapat tenaga baru perlihatkan (kerjakan) dengan tuntutan-tuntutan pekerjaan, kewajiban-kewajiban dan hal-hal yang ditawarkan dari jabatan tersebut. Karena itu suatu prinsip yang mengatakan “the right man on the right place” (orang yang tepat pada tempat yang tepat) haruslah dipenuhi. Dalam konteks penempatan ini, adanya mutasi (perpindahan pegawai) dari satu daerah ke daerah lain atau dari satu bidang kerja ke bidang kerja yang lain dapat dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat berkenaan dengan kebutuhan kuantitas maupun kualitas. Mutasi atau perpindahan di kalangan tenaga kependidikan dapat menjadi alternative penting untuk pengembangan organisasi.

Penugasan merupakan tindakan pemberian tugas tanggung jawab kepada seseorang (tenaga kependidikan) sesuai dengan kemampuannya, yaitu kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan dengan mutu yang paling diharapkan. Karena itu suatu prinsip yang menyatakan “the right man on the right job (orang yang tepat untuk pekerjaan yang tepat) haruslah diperhatikan. Penugasan ini sekaligus mengandung pengertian bahwa kekuasaan birokrasi (authority) dilimpahkan atau didelegasikan kepada tenaga kependidikan yang baru itu.

Orientasi atau induksi merupakan upaya memperkenalkan seorang tenaga kependidikan yang baru terhadap situasi dan kondisi pekerjaan atau jabatannya. Tujuan agar seorang itu secepatnya dapat menyesuaikan diri terhadap orang-orang (tenaga kependidikan lainnya) dan atau para peserta didik, falsafah, maksud-maksud dan tujuan-tujuan yang mendasari pelaksanaan pekerjaan, kebiasaan-kebiasaan, usaha-usaha pembaharuan yang berlangsung, dan kesempatan-kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam profesi atau karir di masa yang akan datang.

Bagi tenaga kependidikan yang berstatus Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dalam rangka orientasi ini perlu mengikuti Prajabatan yang sifatnya nasional, yaitu sebagai wahana untuk mengetahui tugas-tugas yang akan diemban dan kesiapan mental pegawai yang bersangkutan. Sejauh ini prajabatan juga dipergunakan sebagai penentu apakah CPNS tersebut dapat menjadi PNS atau tidak.

  1. Pembinaan/ Pengembangan Tenaga Kependidikan

Pembinaan atau pengembangan tenaga kependidikan merupakan usaha mendayagunakan, memajukan dan meningkatkan produktivitas kerja setiap tenaga kependidikan yang ada di seluruh tingkatan manajemen organisasi dan jenjang pendidikan (sekolah). Tujuan dari kegiatan pembinaan ini adalah tumbuhnya kemampuan setiap tenaga kependidikan yang meliputi pertumbuhan keilmuannya, wawasan berpikirnya, sikap terhadap pekerjaannya dan keterampilan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari sehingga produktivitas kerja dapat ditingkatkan.

Suatu program pembinaan tenaga kependidikan biasanya diselenggarakan atas asumsi adanya berbagai kekurangan dilihat dan tuntutan organisasi, atau karena adanya kehendak dan kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang di kalangan tenaga kependidikan itu sendiri. Terdapat beberapa prinsip yang patut diperhatikan dalam penyelenggaraan pembinaan tenaga kependidikan ini yaitu:

1) Pembinaan tenaga kependidikan patut dilakukan untuk semua jenis tenaga kependidikan baik untuk tenaga structural, tenaga fungsional maupun tenaga teknis penyelenggara pendidikan.

2) Pembinaan tenaga kependidikan berorientasi pada perubahan tingkah laku dalam rangka peningkatan kemampuan professional dan atau teknis untuk pelaksanaan tugas sehari-hari sesuai dengan posisinya masing-masing.

3) Pembinaan tenaga kependidikan dilaksanakan untuk mendorong meningkatnya kontribusi setiap individu terhadap organisasi pendidikan atau sistem sekolah; dan menyediakan bentuk-bentuk penghargaan, kesejahteraan dan insentif sebagai imbalannya guna menjamin terpenuhinya secara optimal kebutuhan social ekonomis maupun kebutuhan social-psikologi.

4) Pembinaan tenaga kependidikan dirintis dan diarahkan untuk mendidik dan melatih seseorang sebelum maupun sesudah menduduki jabatan/posisi, baik karena kebutuhan-kebutuhan yang berorientasi terhadap lowongan jabatan/posisi di masa yang kan datang.

5) Pembinaan tenaga kependidikan sebenarnya dirancang untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan dalam jabatan, pengembangan profesi, pemecahan masalah, kegiatan-kegiatan remedial, pemeliharaan motivasi kerja dan ketahanan organisasi pendidikan.

6) Khusus menyangkut pembinaan dan jenjang karir tenaga kependidikan disesuaikan dengan kategori masing-masing jenis tenaga kependidikan itu sendiri. Meskipun demikian, dapat saja berjalan karir seseorang menempuh penugasan yang silih berganti antara structural dan fungsional hingga ke puncak karirnya. Tentu saja untuk hal tersebut ditempuh prosedur-prosedur yang tidak mengurangi arti profesionalisme yang hendak diwujudkan.


Cara yang lebih populer dalam membina dan mengembangkan tenaga kependidikan dilakukan melalui penataran (inservice training) baik dalam rangka penyegaran (refreshing) maupun dalam rangka peningkatan kemampuan mereka (upgrading). Cara-cara lainnya ini dapat dilakukan sendiri-sendiri (self propelling growth) atau bersama-sama (collaborative effort), misalnya mengikuti kegiatan atau kesempatan; ore-service training, on the job training, seminar, workshop, diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi dan sebagainya.

Dalam upaya pengembangan tenaga kependidikan ini, peran dan komitmen pimpinan sangat diperlukan. Karena tidak jarang aktivitas pengembangan tersebut terhambat karena tidak adanya komitmen dan pimpinan untuk mau mengembangkan stafnya. Dengan demikian kebutuhan pengembangan staf senantiasa menjadi agenda penting yang dapat dijalankan secara kooperatif antara pimpinan dengan pihak yang dipimpinnya.

5. Penilaian Tenaga Kependidikan

Penilaian tenaga kependidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk mengetahui seberapa baik performa seseorang tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dan seberapa besar potensinya untuk berkembang. Performa ini dapat mencakup prestasi kerja, cara kerja dan pribadi; sedangkan potensi untuk berkembang mencakup kreativitas dan kemampuan mengembangkan karir.
Suatu survey di Amerika Serikat menunjukkan bahwa mayoritas responden (51%) malaporkan bahwa sistem mereka menghadapi sejumlah masalah dalam penilaian performa. Dengan kata lain penilaian presasi bukan merupakan hal yang mudah karena selain masalah teknis, masalah psikologis baik pihak yang dinilai maupun pihak yang menilai juga terlibat di dalamnya. Dewasa ini bahkan masalah penilaian juga tidak lepas dari masalah hukum, khususnya di negara-negara maju. Dengan kata lain ketidakpuasan dan ketidak adilan dalam proses penilaian performa dapat menjadi masalah hukum.

Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang diwujudkan seseorang dalam pekerjaannya: apakah suatu pekerjaan itu telah dilaksanakan menurut ketentuan yang berlaku dan kriteria yang ditetapkan. Cara kerja merupakan proses atau langkah yang ditempuh seseorang dalam melaksanakan tugas pekerjaannya; apakah dapat ditempuh langkah yang lebih efektif dan efisien; atau apakah tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunyva. serta beranikah yang bersangkutaan menanggung risiko atau keputusan langkah kerja yang ditempuhnya itu: dan apakah yang bersangkutan dapat bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas tertentu yang ditetapkan. Pribadi dalam hal ini menunjukkan kualitas sifat seseorang dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. seperti kesetiaan, kejujuran, dedikasi, disiplin dan kesungguhan. Kreativitas menunjukkan inisiatif atau prakarsa seseorang (termasuk kepemimpinan) untuk mengambil suatu tindakan tanpa harus menunggu perintah dan atasan dan bersifat tidak rutin. Sedangkan kemampuan mengembangkan karir menunjukkan pada kesanggupan seseorang untuk berkarya secara tidak monoton yang dilandasi adanya kegiatan dan kemauan belajar secara terus menerus.

Penilaian tenaga kependidikan sebenarnya bukan hanya dimaksudkan untuk kenaikan dalam jabatan atau promosi, perpindahan jabatan atau mutasi bahkan turun jabatan atau demosi, melainkan juga berguna untuk perbaikan prestasi kerja, penyesuaian gaji/tunjangan/insentif, penyelenggaraan pendidikan dan latihan, pengembangan karir, perancang bangunan pekerjaan, pengembangan dan peroleha

Kesempatan kerja secara adil dan dalam rangka menghadapi tantangan-tantangan eksternal keorganisasian. Suatu penilaian patutlah diselenggarakan dengan cara-cara kooperatif, komprehensif, kontinu dan objektif.

Sedangkan cara-cara yang ditempuh itu dapat saja menggunakan berbagai metode, seperti:

1) rauin scale, yaitu penilaian atas prestasi kerja personil yang didasarkan pada skala tertentu misalnya sangat baik, baik, sedang, jelek, sangatjelek;

2) Weighted performance checklist yaitu penilian atas prestasi kerja personil yang didasarkan pada kriteria tertentu dengan menggunakan bobot penilaian;

3) Critical incident method, yaitu metode penilaian yang didasarkan atas perilaku-perilaku sangat baik (peristiwa-peristiwa kritis) dan seseorang dalam pelaksanaan pekerjaan;

4) Test and observation yaitu penilaian prestasi kerja didasarkan atas tes pengetahuan dan keterampilan dan atau melalui observasi.

5) Rank method yaitu penilaian yang dilakukan untuk menentukan siapa yang lebih baik dengan menempatkan setiap personil dalam urutan terbaik hingga terburuk

6) Forced distribution yaitu penilaian atas personil yang kemudian dikategorisasikan dalam kategori yang berbeda.

7) Self appraisals yaitu penilaian oleh diri sendiri dimaksudkan untuk mempelajari pengembangan diri dan sebagainya.

Dalam perkembangan organisasi yang demikian pesat, penilaian bukan hanya dilakukan terhadap individu saja, tetapi penilaian dapat merupakan penilaian terhadap performa suatu kelompok kerja atau bahkan terhadap suatu organisasi.

6. Kompensasi Bagi Tenaga Kependidikan

Kompensasi merujuk pada semua bentuk upah atau imbalan yang berlaku bagi suatu pekerjaan. Secara umum kompensasi ini memiliki dua komponen, yaitu 1) kompensasi langsung berupa upah, gaji, insentif, komisi dan bonus dan 2) kompensasi tidak langsung, misalnya berupa asuransi kesehatan, fasilitas untuk rekreasi dan sebagainya.

Bagi tenaga kependidikan di Indonesia terdapat perbedaan penghitungan kompensasi langsung sesuai dengan pangkat, jabatan dan golongan (catatan: latar belakang pendidikan, masa kerja mempengaruhi pangkat, jabatan: dan golongan). Sejauh ini untuk tenaga kependidikan yang berstatus Pegawai Negeri Sipil memiliki ketentuan khusus untuk pemberian kompensasi (UU No. 8 Tahun 1974). Masalah kompensasi bagi tenaga kependidikan ini dewasa ini masih menjadi isu penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan tenaga kependidikan. Kenaikan gaji berkala, tunjangan jabatan (fungsional dan struktural) di lingkungan profesi kependidikan dirasakan belum memadai dan disoroti secara tajam. Hal ini berkaitan erat dengan kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk sektor pendidikan yang jauh di bawah sektor lain.

Dengan adanya otonomi daerah diharapkan kesejahteraan tenaga kependidikan dapat lebih diupayakan dengan menggali sumber-sumebr dari daerah sendiri tanpa harus selalu bergantung pada pusat (sentralisasi). Bagaimanapun kelayakan kompensasi merupakan bagian dari upaya profesionalisasi jabatan dan upaya untuk memperoleh tenaga kependidikan yang handal. Hal tersebut terkait dengan menariknya profesi di bidang kependidikan jika mampu menawarkan kompensasi yang bersaing dengan bidang-bidang pekerjaan lainnya.

7. Pemberhentian Tenaga Kependidikan

Pemberhentian tenaga kependidikan merupakan proses membuat seseorang tenaga kependidikan tidak dapat lagi melaksanakan tugas pekerjaan atau fungsi jabatannya baik untuk sementara waktu maupun untuk selama-lamanya. Banyak alas an yang menyebabkan seorang tenaga kependidikan berhenti dari pekerjaannya (putus hubungan kerja), yaitu :

1) Karena permintaan sendiri untuk berhenti

2) Karena mencapai batas usia pensiun menurut ketentuan yang berlaku (bagi pegawai negeri).

3) Karena adanya penyederhanaan organisasi yang menyebabkan adanya penyederhanaan tugas di satu pihak sedang dipihak lain diperoleh kelebihan tenaga kerja

4) Karena yang bersangkutan melakukan penyelewengan atau tindakan pidana, misalnya melanggar peraturan yang berlaku seperti melanggar peraturan disiplin korupsi dan sebagainya.

5) Karena yang bersangkutan tidak cukup cakap jasmani dan rohani, seperti cacat karena suatu hal yang menyebabkan tidak mampu lagi bekerja; mengidap penyakit yang membahayakan diri dan lingkungan, berubah ingatan dan sebagainya.

6) Karena meninggalkan tugas dalam jangka waktu tertentu sebagai pelanggaran atas ketentuan yang berlaku.

7) Karena meninggal dunia atau karena hilang sebagaimana dinyatakanoleh penjabat yang berwenang.

Dalam rangka mengembangkan sistem pengelolaan tenaga kependidikan, tentu saja setiap alasan yang menyebabkan seseorang itu berhenti, menghendaki tata cara dan prosedur tertentu yang harus ditempuh. Semua ini diperlukan untuk memberikan jaminan atas hak-hak mereka sebagai tenaga kependidikan sekaligus menjamin berlakunya segala ketentuan yang ditetapkan organisasi

Proses pemberhentian ini sebenarnya terkait erat dengan penghargaan terhadap eksistensi tenaga kependidikan dalam ikut mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Dengan kata lain organisasi memperhatikan aspek ketika individu sudah tidak dapat bekerja lagi karena berbagai alasan. Setelah pemberhentian dapat diikuti dengan pemberian pesangon atau uang pensiun sesuai ketentuan atau perjanjian yang berlaku. Hal tersebut sejalan dengan hak-hak tenaga kerja selaku pekerja yang telah mengabdi (sehingga masa kerja menjadi pertimbangan penting).


  1. Tantangan-tantangan Dalam Pengelolaan Tenaga Kependidikan

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sedemikian pesat, sehingga organisasi pendidikan sudah selayaknya untuk dapat mengantisipasi secara lebih pro aktif. Eksistensi tenaga kependidikan yang berada di lingkungan organisasi pendidikan senantiasa harus dapat menyesuaikan dengan tuntutan perubahan dan perkembangan yang terjadi di sekitarnya, sesuai dengan dinamika dunia pendidikan yang sangat cepat. Seiring dengan kondisi tersebut, maka usaha untuk mencapai tujuan pendidikan melalui pengelolaan tenaga kependidikan akan sangat menantang dan perlu kerja keras serta partisipasi dan semua pihak.

Gambaran tentang berbagai tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan tenaga kependidikan antara lain adalah:

1. Profesi dalam bidang kependidikan (selain guru) masih belum luas dikenal oleh masyarakat (seperti laboran, pustakawan) sehingga kurang mendukung terhadap pengembangan profesi, karena salah satu ukuran profesi adalah pengakuan dan masyarakat tentang eksistensi profesi tersebut.

2. Adanya perilaku tenaga kependidikan yang kurang menguntungkan, seperti:
perilaku yang paternalistik yang terjadi karena keengganan bawahan untuk berpendapat atau karena dominasi atasan terhadap bawahan itu teramat kuat, kepatuhan semu, kekurang mandirian dalam bekerja: konsensus yang menekankan pada perilaku penggarapan secara informal dan forum formal/resmi hanya mengukuhkannya dan adanya perilaku evasif yakni tidak satunya kata dengan perbuatan.

3. Perilaku tenaga kependidikan yang cenderung primordialisme, yaitu enggan meninggalkan tempat asalnya, sehingga pemerataan tenaga ahli di bidang kependidikan sangat sulit dilaksanakan. Hal ini juga ditandai dengan sulitnya beradaptasi dengan lingkungan baru, sehingga mereka tidak mudah untuk bekerja di tempat baru.

4. Mutasi yang terjadi di lingkungan organisasi pendidikan kadang berkonotasi buruk akibatnya perpindahan tenaga kependidikan dan satu wilayah ke wilayah lain sangat jarang dilakukan. Hal ini berakibat buruk bagi pengembangan staf, dengan kata lain wilayah yang kekurangan tenaga ahli akan sulit menerima supply tenaga ahli yang baru.

5. Produktivitas kerja masih dianggap rendah yang diakibatkan oleh kecerobohan-kecerobohan dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengelolaan tenaga kependidikan itu sendiri, seperti: perencanaan/pengadaan tenaga kependidikan yang belum efektif, penyeleksian yang belum lancar, sistem imbalan yang belum memadai dan adil, dan pengawasan ketenagaan yang belum mendapat perhatian yang cukup.

6. Berbagai perubahan telah terjadi di luar sistem pendidikan atau sistem sekolah, yang diakibatkan oleh lajunya pertumbuhan penduduk, kemajuan IPTEK dan perubahan-perubahan global, regional, atau lokal yang terjadi dalam kondisi sosial, ekonomi dan budaya. Perubahan-perubahan ini untuk sebagian telah membawa dampak yang kurang menguntungkan terhadap kondisi kehidupan para pegawai atau tenaga kependidikan yang hidup dalam lingkungan organisasi pendidikan nasional sebagai sistem yang terbuka.

7. Dengan berlakunya UUPD No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000, maka pengadaan tenaga kependidikan di tingkat makro akan beralih dan pusat ke DT I, sehingga tidak mustahil daerah harus dapat merencanakan sendiri kebutuhan tenaga kependidikan secara akurat. Untuk itu diperlukan identifikasi sumber-sumber yang jelas, analisis jabatan yang akurat dan implementasi fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia secara mandiri.

Dengan demikian pengelolaan tenaga kependidikan pada gilirannya merupakan implementasi fungsi manajemen sumber daya manusia yang diupayakan untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan di tingkat lembaga maupun nasional melalui perolehan tenaga kependidikan yang handal dan unggul.


1 komentar:

  1. Matursuwun untuk informasinya. Insya Allah sangat bermanfaat bagi saya dalam menyelesaikan tugas kuliah MSDM program Pasca.

    BalasHapus